Pendahuluan
Tayangan televisi selalu menyita perhatian anak-anak. Terlalu banyak menonton TV bisa menghambat pertumbuhan otak anak. Para peneliti menyarankan bayi hingga umur 2 tahun sebaiknya tidak dibiarkan menonton TV, karena televisi hanya memberikan rangsangan bersifat satu arah, hingga tidak tercipta reaksi timbal balik.
Sedangkan orangtua di Indonesia cenderung membiarkan anaknya duduk berjam-jam di depan TV. Mungkin alasanya agar mereka tidak main ke mana-mana. Ini sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan proses perusakan kepribadian. Yang berarti menyerahkan pertumbuhan mental dan kecerdasan mereka kepada TV.
Pengaruh yang baik, boleh-boleh saja di pertontonkan, lain halnya jika adegan atau tontonan tersebut bersifat negatif atau merusak, misalnya dulu pernah ada pro kontra tentang acara "Smackdown", dan fakta pun juga telah ada korban anak-anak meninggal karena melakukan adegan serupa dengan acara tersebut dengan teman sekolahnya.
Survei
Pengaruh Media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memerhatikan, mendampingi & mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya. Dalam seminggu anak menonton TV sekitar 170 jam. Apa yang mereka pelajari selama itu? Mereka akan belajar bahwa kekerasan itu menyelesaikan masalah. Mereka juga belajar untuk duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain. Faktanya:
• Anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif siaran TV.
• Data th 2002 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Indonesia adalah sekitar 30-35 jam/minggu atau 1560-1820 jam/ tahun . Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di sekolah dasar yang tidak sampai 1000 jam/tahun.
• Tidak semua acara TV aman untuk anak. Bahkan, Survei mencatat bahwa pada 2004 acara untuk anak yang aman hanya sekira 15% saja. Oleh karena itu harus betul-betul diseleksi.
• Saat ini jumlah acara TV untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar perminggu sekitar 80 judul ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal dalam seminggu ada 24 jam x 7 = 168 jam! Jadi, selain sudah sangat berlebihan, acara untuk anak juga banyak yang tidak aman.
Acara TV bisa dikelompokkan dalam 3 kategori: Aman, Hati-hati, dan Tidak Aman untuk anak.
• Acara yang ‘Aman’: tidak banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis. Acara ini aman karena kekuatan ceritanya yang sederhana dan mudah dipahami. Anak-anak boleh menonton tanpa didampingi.
• Acara yang ‘Hati-hati’: isi acara mengandung kekerasan, seks dan mistis namun tidak berlebihan. Tema cerita dan jalan cerita mungkin agak kurang cocok untuk anak usia SD sehingga harus didampingi ketika menonton.
• Acara yang “Tidak Aman”: isi acara banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis yang berlebihan dan terbuka. Daya tarik yang utama ada pada adegan-adegan tersebut. Sebaiknya anak-anak tidak menonton acara ini.
Pengaruh Menonton TV berlebihan
a. Berpengaruh terhadap perkembangan otak Terhadap perkembangan otak anak usia 0-3 tahun dapat menimbulkan gangguan perkembangan bicara, menghambat kemampuan membaca-verbal maupun pemahaman. Juga, menghambat kemampuan anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan, meningkatkan agresivitas dan kekerasan dalam usia 5-10 tahun, serta tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan.
b. Mendorong anak menjadi konsumtif
Anak-anak merupakan target pengiklan yang utama sehingga mendorong mereka menjadi konsumtif.
c. Berpengaruh terhadap Sikap
Anak yang banyak menonton TV namun belum memiliki daya kritis yang tinggi, besar kemungkinan terpengaruh oleh apa yang ditampilkan di televisi. Mereka bisa jadi berpikir bahwa semua orang dalam kelompok tertentu mempunyai sifat yang sama dengan orang di layar televisi. Hal ini akan mempengaruhi sikap mereka dan dapat terbawa hingga mereka dewasa.
d. Mengurangi semangat belajar
Bahasa televisi simpel, memikat, dan membuat ketagihan sehingga sangat mungkin anak menjadi malas belajar.
e. Membentuk pola pikir sederhana
Terlalu sering menonton TV dan tidak pernah membaca menyebabkan anak akan memiliki pola pikir sederhana, kurang kritis, linier atau searah dan pada akhirnya akan mempengaruhi imajinasi, intelektualitas, kreativitas dan perkembangan kognitifnya.
f. Mengurangi konsentrasi
Rentang waktu konsentrasi anak hanya sekitar 7 menit, persis seperti acara dari iklan ke iklan, akan dapat membatasi daya konsentrasi anak.
g. Mengurangi kreativitas
Dengan adanya TV, anak-anak jadi kurang bermain, mereka menjadi manusia-manusia yang individualistis dan sendiri. Setiap kali mereka merasa bosan, mereka tinggal memencet remote control dan langsung menemukan hiburan. Sehingga waktu liburan, seperti akhir pekan atau libur sekolah, biasanya kebanyakan diisi dengan menonton TV. Mereka seakan-akan tidak punya pilihan lain karena tidak dibiasakan untuk mencari aktivitas lain yang menyenangkan. Ini membuat anak tidak kreatif.
h. Meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan)
Banyak anak biasanya tidak berolahraga dengan cukup karena kita biasa menggunakan waktu senggang untuk menonton TV, padahal TV membentuk pola hidup yang tidak sehat. Penelitian membuktikan bahwa lebih banyak anak menonton TV, lebih banyak mereka mengemil di antara waktu makan, mengonsumsi makanan yang diiklankan di TV dan cenderung memengaruhi orangtua mereka untuk membeli makanan-makanan tersebut. Anak-anak yang tidak mematikan TV sehingga jadi kurang bergerak beresiko untuk tidak pernah bisa memenuhi potensi mereka secara penuh. Selain itu, duduk berjam-jam di depan layar membuat tubuh tidak banyak bergerak dan menurunkan metabolisme, sehingga lemak bertumpuk, tidak terbakar dan akhirnya menimbulkan kegemukan.
i. Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga
Kebanyakan anak menonton TV lebih dari 4 jam sehari sehingga waktu untuk bercengkrama bersama keluarga biasanya ‘terpotong’ atau terkalahkan dengan TV. 40% keluarga menonton TV sambil menyantap makan malam, yang seharusnya menjadi ajang ’berbagi cerita’ antar anggota keluarga. Sehingga bila ada waktu dengan keluarga pun, sering menghabiskannya dengan mendiskusikan tontonan di TV. Rata-rata, TV dalam rumah hidup selama 7 jam 40 menit. Yang lebih memprihatinkan adalah terkadang masing-masing anggota keluarga menonton acara yang berbeda di ruangan rumah yang berbeda.
j. Matang secara seksual lebih cepat
Banyak sekali sekarang tontonan dengan adegan seksual ditayangkan pada waktu anak menonton TV sehingga anak mau tidak mau menyaksikan hal-hal yang tidak pantas baginya. Dengan gizi yang bagus dan rangsangan TV yang tidak pantas untuk usia anak, anak menjadi balig atau matang secara seksual lebih cepat dari seharusnya. Dan sayangnya, dengan rasa ingin tahu anak yang tinggi, anak memiliki kecenderungan meniru dan mencoba melakukan apa yang dilihat. Akibatnya seperti yang sering kita lihat sekarang ini, anak menjadi pelaku dan sekaligus korban perilaku-perilaku seksual. Persaingan bisnis semakin ketat antar Media, sehingga sering mengabaikan tanggung jawab sosial, moral & etika.
Cara agar dapat mengurangi menonton TV
a. Biasakan membaca
Biasakan anak untuk membaca buku. Bila sempat, sisakan waktu setiap hari, kalau tidak, beberapa kali setiap minggu untuk membacakan cerita kepada anak atau biarkan sekali-kali anak yang membacakan cerita, bias juga membaca cerita-cerita dalam Alkitab. Jangan lupa untuk membahas kembali apa yang telah dibaca. Tanyakan kepada anak tentang ceritanya, bantu mereka menemukan kosakata baru dan ajak anak untuk membaca beragam macam bacaan. Buatlah membaca itu gampang dan menyenangkan bagi anak dengan cara membuat buku berada di sekitar mereka. Ajak mereka ke perpustakaan. Sediakan sebanyak mungkin buku yang pantas di sekitar rumah dan minta kerjasama keluarga untuk menjadikan buku sebagai hadiah ulang tahun, liburan atau Natal. b. Bercocok tanam
Banyak hal yang bisa diajarkan oleh alam, dan yang tidak bisa didapatkan dari menonton TV. Dengan mengajak anak bercocok tanam, orang tua bisa mengajarkan kepada anak banyak hal. Mulai membuat taman bunga sendiri, atau bahkan 1 pot saja. Dengan ini anak bisa belajar makna tumbuh dan bertanggung jawab. Jadi setiap kali anak menyiram bunganya di pagi hari, ia akan ingat bahwa tanaman, seperti kita semua itu mulai dari benih, tumbuh, berkembang dan kelak layu dan mati. Dan selalu perlu air dan matahari.
c. Melihat awan
Mungkin terdengar aneh. Karena mungkin tidak dibiasakan menikmati langit, atau biasanya hanya terpaku dengan indahnya bintang-bintang di malam hari. Padahal awan itu hampir selalu ada, selalu bergerak dan kadang-kadang membentuk hal-hal yang unik, seperti kuda nil, atau pesawat terbang. Kita bisa mengajak anak untuk menggambarkan bentuk apa yang dia lihat di awan. Kadang mereka bisa melihat 1 awan tapi dengan 2 bentuk yang berbeda. Orang tua juga bisa mengajaknya membuat puisi tentang awan. Orang tua dapat mengajarkan anak, bahwa ada Tuhan yang menciptakan awan dan langit yang begitu indah,
d. Menulis surat
Kebiasaan memiliki sahabat pena sudah begitu jauh dari kehidupan anak-anak. Dengan teknologi yang kini sudah begitu canggih, anak lebih senang menggunakan telepon untuk bercerita. Tapi ternyata menulis surat melatih banyak hal. Selain mengenali prosedur pengiriman barang (amplop, perangko dan jasa besar pak pos), menulis surat juga melatih motorik dan membuat anak senang bila menerima balasan. Ajak anak menulis surat ke nenek kakek atau saudara yang tinggal jauh. Dan tunggu balasannya! Jika anak mulai mengenal teknologi internet, bisa saja sarana e-mail bisa digunakan untuk melatih kebiasaan menulis. e. Mendengarkan radio atau membaca koran
Anak sekarang sudah jarang sekali mendengarkan radio, apalagi membaca koran. Padahal mungkin mereka bisa mendapatkan informasi yang tidak kalah banyaknya dibanding mendengarkan berita di TV. Radio bisa melatih anak untuk mendengarkan dengan baik dan koran bisa mengajak anak untuk menambah wawasannya tentang dunia.
f. Memasak bersama ibu
Masak-memasak bukan hanya pekerjaan perempuan, bila sesuai, anak lelaki pun tidak ada salahnya diajak memasak bersama. Suatu hari keahlian itu pasti berguna juga baginya. Ajak anak memasak makanan-makanan ringan yang unik dan mengasyikkan. Misalnya membuat puding semangka kuning atau es krim rasa pisang.
g. Berolahraga
Kadang kata olahraga terdengar berat, tapi setelah dilakukan biasanya menyenangkan. Ada contoh olahraga yang dapat kita lakukan :
- Jalan-jalan
Jalan-jalan itu mudah dan murah. Tidak perlu banyak mengeluarkan uang. Jalan-jalan ke rumah teman atau sekadar berkeliling lingkungan rumah saja untuk menyapa tetangga. Orang tua juga bisa mengajak anak berjalan-jalan ke taman kota dan membuat piknik atau sekadar bermain di sana. Jalan-jalan itu baik untuk tubuh karena bisa menurunkan tekanan darah dan resiko terkena penyakit jantung. Dan yang lebih menguntungkan, jalan-jalan juga bisa mengurangi berat badan. Jalan-jalan juga bisa menenangkan pikiran dan melepaskan stres. Karena dengan berjalan, otak melepaskan zat yang bisa meringankan tekanan pada otot serta mengurangi kecemasan. Jalan-jalan juga bagus untuk lingkungan. Kalau lebih sering berjalan dari pada menggunakan transportasi bermesin, dan bisa menghemat 7 milyar gallon bensin dan 9.5 juta ton asap pembuangan kendaraan bermotor pertahunnya.
- Berenang
Semua anak suka bermain air. Jadi ajak anak berenang. Selain sangat menyenangkan, berenang itu juga salah satu cara berolahraga. Kalau bosan untuk berenang di kolam renang sekitar, ajak anak untuk pergi ke pantai. Selain bermain dengan ombak, anak juga bisa diajak membuat istana yang indah dari pasir dan mengoleksi kerang-kerang yang cantik.
- Bersepeda
Kalau dilakukan sendiri, mungkin bisa membosankan. Tapi cobalah bersepeda pagi-pagi bersama seluruh keluarga. Selain murah dan menyehatkan, orang tua bisa mengajak anak untuk menghias sepedanya menjadi sepeda yang indah.
- Bermain
Hidup anak pada dasarnya adalah bermain. Dengan bermain, anak belajar banyak hal.
h. Kegiatan sosial
- Bakti sosial
Orang tua sering lupa mengajak anak untuk memperhatikan orang-orang di lingkungan sekitar yang tidak seberuntung mereka. Ajak anak untuk bersama-sama membersihkan rumah dan lemari pakaian dari barang-barang yang tidak lagi digunakan tapi masih bagus dan layak pakai untuk disumbangkan ke panti-panti asuhan di sekitar rumah. - Buat lomba antar RT
Ini selalu berhasil bila 17 Agustusan tiba. Orang tua tidak perlu menunggu momen itu. Rancang rencana perRT/RW untuk membuat acara massal anak-anak yang murah meriah setiap minggunya, jadi anak tidak terpukau di depan TV.
i. Rapikan rumah dan halaman
Biasanya yang ini adalah tugas pembantu rumah tangga. Kali ini, ajak anak untuk memerhatikan tempat tinggalnya sendiri. Karena pembantu tidak selalu ada untuk melayani. Ingatkan anak bahwa pembantu disebut demikian karena tugasnya memang ’membantu’ hal-hal yang kita tidak bisa dikerjakan. Bukan sebaliknya. Dengan demikian anak akan belajar untuk bertanggung jawab dan lebih menghargai pembantu. Lagipula, tinggal di lingkungan yang rapi dan bersih itu sehat dan menyenangkan.
j. Ambil les
Pelajaran di sekolah hanya melatih otak kiri. Jangan lupa untuk melatih otak kanannya. Ambil les yang menarik dan sesuai dengan bakat anak. Mulai dari les musik dengan piano, gitar, biola atau drumnya, atau les menari mulai dari tarian daerah, tarian modern dan ballet, atau les-les lainnya. Tapi ingat, jangan sampai les-les ini menambah beban belajar yang sudah menumpuk di sekolah. Pastikan anak mendapatkan waktu yang cukup untuk istirahat juga.
k. Bercengkrama dengan keluarga
Penelitian mengatakan bahwa 54% anak berusia 4-6 mengaku lebih senang menonton TV daripada bermain dengan ayahnya. Para orangtua juga mengaku bahwa mereka hanya menghabiskan sekitar 40 menit perhari untuk melakukan percakapan yang berarti dengan anaknya. Kedekatan dengan keluarga tidak bisa dibeli. Jangan biarkan televisi mencuri lagi waktu untuk keluarga yang memang sudah tinggal sedikit sekali karena terpotong aktivitas sehari-hari.
l. Belajar
Sebetulnya apapun yang kita lakukan merupakan pembelajaran. Jadi belajar itu bukan hanya lewat buku. Belajar hal-hal baru yang belum kita ketahui. Belajar naik motor atau membuat sarang burung dari kayu. Belajar mengantri, belajar main basket atau belajar untuk sehari saja tidak nonton TV.
m. Mengerjakan keterampilan tangan
Banyak buku sekarang yang mengajarkan membuat keterampilan tangan, sehingga bisa melakukannya secara otodidak. Keterampilan tangan bisa dalam bentuk bermacam ragam, mulai dari meyulam, origami sampai membuat bunga dari sabun mandi.
n. Piknik ke kebun binatang atau musium
Mengunjungi kebun binatang selalu menyenangkan. Karena bisa melihat beragam binatang yang tidak biasa dilihat sehari-hari. Anak-anak biasanya menyukainya. Bila berani, ada waktu, dan transportasi, bisa juga mengunjungi taman safari dan bersentuhan dengan binatang-binatang itu secara langsung. Selain itu, musium juga menarik untuk dikunjungi. Dari musium, anak bisa banyak belajar tentang sejarah dan melihat langsung artifak-artifak menarik tentangnya.
Pengaruh Media Terhadap Kognisi Anak
Kognisi adalah semua proses yang terjadi di pikiran kita yaitu, melihat, mengamati, mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berfikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan.
Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi anak. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi. Dan penelitian menunjukan bahwa persepsi mempengaruhi sikap (attitude) dan perilaku seorang anak.
Sikap
Baron (1979); Fishbein and Azjen 1975 (dalam Baron, 1979); Kiesler and Munson 1975 (dalam Baron, 1979) mendefinisikan sikap sebagai kesatuan perasaan (feelings), keyakinan (beliefs), dan kecenderungan berperilaku (behavior tendencies) terhadap orang lain, kelompok, paham, dan objek-objek yang relatif menetap.
Ada tiga komponen sikap yaitu (1) afektif (affective), yang didalamnya termasuk perasaan suka tidak suka terhadap suatu objek atau orang; (2) kognitif, termasuk keyakinan tentang objek atau orang tersebut ; dan (3) perilaku, yaitu kecenderungan untuk bereaksi tertentu terhadap objek atau orang tersebut.
Sikap merupakan kajian yang sangat penting karena sikap berperan sangat penting dalam setiap aspek dalam kehidupan sosial. Pertama, sikap pada dasarnya mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan anak dengan orang lain. Sebagai contoh sikap yang positif terhadap seseorang membuat anak senang bertemu dengan orang itu, bahkan melakukan sesuatu untuk dia, mengimitasi perilakunya, dll. Sementara sikap yang negatif membuat anak cenderung menolak, menghindari, bahkan mungkin berperilaku kasar terhadap orang tersebut. Kedua, sikap mempengaruhi banyak keputusan-keputusan penting anak. Pilihan seorang anak dipengaruhi sikapnya terhadap orang dan objek-objek tersebut.
Pembentukan Sikap anak
Menurut Baron (1979), ada tiga proses yang sangat sederhana tetapi mempunyai efek yang sangat kuat terhadap pembentukan sikap. Yaitu classical conditioning, instrumental conditioning dan observational learning. Pada tulisan ini hanya menekankan pada classical conditioning, karena menurut proses inilah yang sedang terjadi saat ini.
Classical conditioning yaitu proses dimana beberapa stimulus yang bersifat netral, yaitu tidak mempunyai efek untuk memicu repon positif ataupun negatif, secara bertahap mempunyai efek itu (memicu respon positif ataupun negatif), setelah dilakukan pemasangan/asosiasi dengan stimulus lain yang memang pada dasarnya mempunyai efek memicu respon.
Sebuah experimen yang dilakukan oleh Staats and Staats (1958) membuktikan efek classical conditioning tersebut. Mereka memasangkan/mengasosiasikan nama negara Belanda dengan kata-kata positif dan memasangkan nama negara Swedia dengan kata-kata yang negatif. Caranya yaitu setiap kata nama negara Belanda ditampilkan experimenter mengucapkan kata-kata yang positif seperti hadiah, senang, bersih, dll. Dan kebalikannya ketika nama negara swedia ditampilkan di monitor, kata-kata yang diucapkan seperti : jelek, kotor, pahit, kegagalan, dsb. Kemudian setelah beberapa menit experimenter meminta para subjek penelitian untuk memberikan impresi mereka tentang kedua negara tersebut, dan ternyata Belanda mendapat rating yang lebih positif dibanding Swedia. Perlu digaris bawahi bahwa pemasangan tersebut hanya dilakukan dalam beberapa menit dan sudah memberikan dampak kepada subjek penelitan.
Atkinson & Shiffrin (1971) mengatakan bahwa semua rangsangan stimulus baik itu objek visual, auditif maupun konatif diterima oleh organ-organ indera (sensory memory) dan diteruskan ke working memory atau kadang disebut juga Short Term Memory (STM) akhirnya berlabuh di Long Term Memory (LTM). Stimulus diterima oleh anak hanya beberapa detik, dan jika seorang anak memberikan perhatian pada stimulus, maka stimulus itu akan memasuki STM/WM yang mampu menyimpan memori sampai dengan sekitar 20 detik, jika ada perhatian, usaha ataupun proses pada tahapan ini, maka stimulus itupun akan tersimpan di LTM secara permanen. Tanpa perhatian dan proses yang lebih kompleks pada setiap proses, akan mengakibatkan lupa.
Sampai dengan mereka remaja, kebanyakan anak-anak mempunyai sikap yang sama dengan orang tua mereka. Mereka setuju dengan orang tua mereka atas semua isu. Anak-anak mengadopsi keyakinan dan sikap suka tidak suka terhadap sesuatu, baik itu mengenai makanan, pakaian bahkan pilihan akan partai. Bahkan Baron (1979) mengatakan bahwa anak-anak seringkali merupakan foto kopi orang tua mereka. Dan anak-anak cenderung mengikuti sikap orang tuanya secara buta, tanpa dasar kognitif yang rasional. Yang membedakan dampak media antara bagi orang dewasa dengan anak-anak adalah :
Pertama anak-anak masih mempunyai keterbatasan pengetahuan dan kemampuan untuk menganalisa kejadian, Mereka akan menerima dampak berita itu tanpa banyak perlawanan.
Kedua, karena usia yang masih muda anak-anak akan mengalami proses ini secara lebih lama, yang akan memberikan efek yang lebih mendalam.
Sebagai lingkungan terdekat, keluarga dapat menjaga anak dari pengaruh negatif tersebut. Kemudian otoritas formal lain selain orang tua seperti guru, media, juga bisa mulai menyajikan tontonan yang seimbang, dan pemerintah sebaiknya mendukung dengan peraturan-peraturan yang membuat aturan main yang jelas sehingga asas keseimbangan tetap dijaga.
Penutup
Dengan banyaknya bukti betapa TV bisa memberikan dampak buruk, banyak keluarga sekarang membuat rumah mereka bebas-TV. Sangat penting untuk anak mempunyai kesempatan mempelajari dan mengalami langsung pengalaman hidup sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan untuk sukses di masa yang akan datang. Kalau menurut Anda hidup tanpa TV itu masih terlalu sulit, maka perlahan batasi dan awasi dengan saksama tontonan anak-anak sepanjang tahun.