Senin, 07 Maret 2011

TINJAUAN UMUM PERKEMBANGAN REMAJA


Dalam artikel ini menjelaskan tentang teori-teori pemahaman mengenai remaja dan Pendidikan Agama Kristen untuk remaja. Dimulai dari ciri-ciri umum masa remaja dilihat dari perkembangan fisik, intelektual, psikologis dan sosialnya, termasuk mengenai kenakalan remaja. Dalam pasal ini juga diuraikan tentang pengertian Pendidikan Agama Kristen khususnya di bidang remaja dalam keluarga, pelayanan di gereja lokal dan Peranan Pendidikan Agama Kristen dalam mengatasi kenakalan remaja.

Perumusan Istilah Remaja
Masa remaja merupakan masa perkembangan. Perkembangan yang dimaksud bukan arti seakan-akan dalam masa remaja seseorang baru mulai berkembang di dalam kehidupannya. Perkembangan yang dimaksud adalah perkembangan fisik, umur, moral dan pikiran. Seorang remaja yang sedang masuk dalam tahap dewasa, akan mengalami perkembangan atau pertumbuhan-pertumbuhan untuk memungkinkan menjadi seorang dewasa. Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa di mana individu dalam proses pertumbuhannya mencapai kematangan.
Stanley Heath dalam bukunya yang berjudul psikologi yang sebenarnya, mengutip pernyataan Kotesky yang mengatakan bahwa :
Golongan remaja baru dikenal sejak tahun 1890. Waktu itu beberapa tokoh menyadari adanya unsur ketidakadilan kalau memaksakan anak mengerjakan pekerjaan yang sama berat dengan orang yang lebih tua. Pada waktu yang sama para sesepuh melihat bahwa paksaan bekerja itu menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan yang lebih memadai dengan zamannya. Pada periode itu hukum kerja diubah. Boleh disimpulkan bahwa golongan remaja yang kita akui sekarang terbentuk oleh budaya dan hukum.


Masa remaja memang menunjuk pada sebuah rentang waktu dalam perjalanan hidup manusia. Karena itu perlu dipahami dalam konteks keseluruhan rentang waktu tersebut. Psikolog Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya Psikologi Perkembangan suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupanmembagi tahapan perkembangan remaja yaitu masa remaja awal yaitu usia tiga belas tahun sampai usiaenam belas tahun dan masa remaja akhir yaitu usia enam belas sampai delapan belas tahun atau usia dewasa secara hukum.[2] Usia ini sudah dianggap akil balig, baik menurut adat maupun agama sehingga masyakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak. Pada usia ini, mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, seperti mulai menemukan identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan kognitif maupun moral.[3]
Istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan remaja adalah puberteit, adolescentia, youth, pubertas atau remaja. Istilah vuberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa Latinpubertas yang berarti usia kedewasaan (the age manhood). Kata Latin lainnya pubescere yang berarti masa pertumbuhan rambut di daerah tulang pusic (di wilayah kemaluan). Istilah Pubescere dan pubertymenunjuk kepada perkembangan kematangan seksual ditinjau dari aspek biologis. Istilah adolescentia berasal dari kata latin adulescentis yang berarti masa muda. Masa ini menunjukkan masa yang tercepat antara usia dua belas sampai dua puluh dua tahun dan meliputi seluruh perkembangan psikis. Istilah pubertas maupun adolescences di Indonesia dipakai dalam arti umum yang sama yaitu remaja.[4]
Enung Fatimah dalam bukunya Psikologi Perkembangan mengutip pernyataan yang dipakai World Healt Organization dalam mendefinisikan istilah remaja yaitu
Masa pertumbuhan dan perkembangan saat individu berkembang dan saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual. Remaja mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Dalam masa ini terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri.[5]


Ciri-ciri Umum Masa Remaja Dilihat Dari Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik adalah perubahan yang berlangsung secara fisik dan merupakan gejala utama dalam pertumbuhan remaja. Perubahan ini meliputi perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh. Penyebab perubahan fisik pada masa remaja adalah adanya dua kelenjar yang menjadi aktif bekerja dalam sistem endokrin. Selama masa remaja, seluruh tubuh mengalami perubahan, baik di bagian luar maupun fungsinya. Adapun perubahan fisik yang penting dan terjadi pada masa remaja diantaranya perubahan ukuran tubuh pada anak laki akan mencapai tubuh orang dewasa pada usia sembilan belas sampai dua puluh tahun, sedangkan anak perempuan pada usia delapan belas tahun. Pertumbuhan fisik yang dialami tiap remaja laki-laki dan perempuan berbeda. Bagi remaja laki-laki, permulaan percepatan pertumbuhan berkisar antara sepuluh sampai enam belas tahun dan bagi remaja perempuan, percepatan pertumbuhan dimulai antara umur tujuh sampai dengan umur sebelas tahun. Puncak pertumbuhan fisik perempuan dicapai pada umur dua belas tahun.[6]
Adapun proses kematangan seksual yang dialami remaja perempuan lebih jelas daripada anak laki-laki. Menstruasi pertama dipakai sebagai tanda permulaan pubertas. Sesudah itu masih dibutuhkan satu sampai satu setengah tahun lagi sebelum ia dapat betul-betul matang untuk bereproduksi. Permulaan kematangan seksual pada anak perempuan kira-kira dua tahun lebih cepat daripada anak laki-laki. Sedangkan kriteria permulaan pubertas pada anak laki-laki adalah proses ejakulasi (pelepasan air mani). Pada usia lima belas sampai enam belas tahun, pangkal tenggorokan pada anak laki-laki mulai membesar yang menyebabkan pita suara menjadi lebih panjang. Perubahan dalam pita suara menyebabkan suara menjadi berat.[7]

Ciri-ciri Umum Masa Remaja Dilihat Dari Perkembangan Intelektual
Intelektual merupakan suatu kecakapan seseorang dalam berpikir. Istilah intelek berarti kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti. Kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan. Intelek juga berarti kecakapan mental yang besar. Istilah ini disebut intelegensi. Istilah intelektual banyak digunakan dalam bidang psikologi dan pendidikan.
Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja memberi rumusan intelegensi yaitu
kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkannya memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.[8]

Intelegensi juga disebut bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tindakan. Intelegensi disini meliputi pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif.
Intelektual merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir. Intelektual merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas tertentu, lingkungan berperan dalam pembentukan kemampuan intelektual. Singgih Gunarsa mengutip pernyataan Wechter yang merumuskan intelektual sebagai keseluruhan kemampuan individu dalam berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.[9]
Intelegensi pada masa remaja sulit diukur karena perkembangan kemampuan tersebut tidak mudah terlihat. Pada masa remaja, kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk terus bertambah. Saat awal remaja, yaitu pada umur dua belas tahun, remaja pada umur tersebut berada pada masa yang disebut masa operasi formal atau berpikir abstrak. Dalam menyelesaikan suatu masalah, remaja biasanya akan mengawalinya dengan pemikiran yang bersifat teoritis. Ia akan menganalisa masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian masalah yang dapat dilakukan. Oleh karena sifat analisis yang dilakukannya, remaja dapat membuat strategi penyelesaian masalah.[10]
Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelegensia di antaranya adalah bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak sehingga dapat berpikir reflektif, banyaknya pengalaman dan latihan-latihan dalam memecahkan masalah sehingga dapat berpikir rasional. Adanya kebebasan berpikir, sehingga mendorong keberanian dalam memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.[11] Fungsi intelegensi yaitu proses adaptasi yang bersifat biologis. Bertambahnya usia akan menyebabkan berkembangnya struktur intelegensi baru, sehingga berpengaruh terhadap perubahan berpikir kualitatif. Musa dalam bukunya Kesehatan Mental, menjelaskan bahwa
Pengaruh belajar dalam arti faktor lingkungan terhadap intelegensi cukup besar. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitiannya yang menggambarkan adanya pengaruh belajar terhadap perkembangan intelegensi. Kesimpulan dari penelitian itu ialah semakin tinggi kualitas lingkungan keluarga, maka semakin tinggi nilai intelegensi remaja.[12]


Ciri-ciri Umum Masa Remaja Dilihat Dari Perkembangan Psikologis
Masyarakat biasa memberi ciri khusus bagi remaja oleh sebab karakteristik perkembangan psikologis mereka yang khas. Apalagi remaja identik dengan periode tersendiri yang menentukan seseorang untuk menapaki masa depannya. Masa remaja memang identik dengan kondisi perkembangan psikologis yang unik yang membedakan dengan masa-masa sebelum dan sesudahnya.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian. Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Menurut psikolog Elizabeth B. Hurlock, masa remaja adalah
Masa meningginya emosi manusia, masa perubahan minat, perilaku dan nilai-nilai yang terkait. Masa ini disebut masa ambivalen, di satu sisi ingin bebas, di sisi lain masih takut untuk bertanggungjawab atas hidupnya sendiri. Masa remaja juga adalah masa mencari identitas (masa krisis identitas diri) dan masa yang penuh cita-cita.[13]

Remaja mengalami emosi yang meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi ini juga disebabkan karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan selama masa anak-anak kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan itu. Ketidakstabilan emosi pada remaja juga disebabkan oleh penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru. Kondisi emosional yang dihadapi remaja seperti rasa cinta dan kasih sayang yaitu perasaan untuk mencintai dan dicintai oleh orang lain. Para remaja memberontak secara terang-terangan dan menunjukkan sikap bermusuhan umumnya disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan kasih sayang dari orang dewasa.[14]
Rasa gembira muncul apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan menyenangkan. Rasa gembira yang dialami remaja ialah jika mereka dapat diterima sebagai seorang sahabat atau bila cinta mereka diterima oleh orang yang dicintai. Perasaan gembira ini yang mendorong mereka menjadi giat dan bersemangat.[15]
Rasa marah dan permusuhan yang dialami remaja merupakan gejala emosional yang penting dalam perkembangan kepribadian mereka, karena dapat meningkatkan keberanian dan kepercayaan diri. Banyaknya hambatan yang menyebabkan kehilangan kendali terhadap rasa marah berpengaruh terhadap kehidupan emosional remaja. Rasa marah akan terus berlanjut jika keinginan, harapan, minat dan rencana remaja tidak dapat terpenuhi.[16]
Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu
Ketidakstabilan emosiAdanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup, adanya sikap menentang dan menantang orang tuaPertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentangan dengan orang tua. Kegelisahan yang dialami remaja karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.Remaja juga senang bereksperimentasi dan bereksplorasi. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan. Remaja juga mengalami Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.[17]


Ciri-ciri Umum Masa Remaja Dilihat Dari Perkembangan Sosial
                  Pada masa remaja terjadi perkembangan dalam kesadaran dan kedewasaan sosial. Hubungannya dengan teman menjadi sangat penting bagi remaja. Pada masa kanak-kanak, mereka hanya membutuhkan kawan bermain, tapi pada usia remaja, mereka mulai mencari persahabatan yang lebih berarti. Teman merupakan hal yang penting bagi remaja dan bagi mereka teman adalah orang-orang yang dapat dipercaya yang mau mendengarkan serta memahami perasaan. Kebanyakan remaja itu menyukai sekolah dengan alasan utama karena di sana banyak teman-teman dekatnya. Sebaliknya mereka tidak menyukai sekolah karena di sana tidak ada teman dekatnya atau karena di sana ada musuhnya.[18]

                  Masa remaja merupakan masa pengembangan dari pengalaman sosial yang di dalamnya terdapat tuntutan sosial. Disiplin merupakan merupakan kenyataan yang harus dihadapi tetapi mereka lebih membutuhkan status dan penerimaan sosial daripada struktur otoritas. Pada masa ini, masalah dengan orang tua mulai timbul karena dorongan alamiah dari ketergantungan menuju kemandirian.
                  Tugas dari orang tua dan pengajar remaja ialah harus menyediakan informasi dan contoh untuk menolong mereka mengembangkan sikap sosial. Pengajar remaja harus memberi kebebasan kepada mereka tetapi yang bertanggung jawab dan harus menerima mereka seadanya, tetapi bukan kelakuan mereka. Pengajar harus menghadirkan Tuhan Yesus sebagai sosok manusia sosial yang ideal dan sempurna.[19]
                  Pengaruh hubungan sosial yang penting dalam kehidupan remaja. Yang pertama adalah kekristenan. Kekristenan merupakan pengaruh hubungan sosial yang paling penting. Kekristenan yang dimaksudkan ialah prinsip-prinsip Alkitab yang umum maupun yang khusus. Kekristenan tersebut merupakan penerapan kekristenan yang membuahkan kesucian yang tetap teguh dan tindakan yang berani dalam hidup pribadi yang menaatinya. Jenis kekristenan seperti ini bersemangat, memberi inspirasi moral kepada remaja. Pengaruh hubungan sosial kedua yang penting ialah keluarga. Pernikahan monogami yang permanen ditandai oleh tanggung jawab, kesetiaan, cinta dan kelembutan yang merupakan nilai peradaban yang berharga. Pengaruh hubungan sosial yang ketiga ialah pendidikan. Pendidikan di sini termasuk ilmu kemanusiaan, ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Pendidikan itu sendiri tidaklah menjamin peradaban seseorang. Tetapi pendidikan yang jujur, obyektif, diresapi dan didasari oleh asumsi Pendidikan Agama Kristen dapat menjadi remaja yang baik dari keluarga, masyarakat dan peradaban.[20]

Masalah Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang  dilakukan  oleh remaja. Perilaku tersebut  akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Banyak  remaja yang sudah mengenal rokok, narkoba, seks bebas, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya.
Yang dimaksud nakal adalah suka berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka tidak menurut. Sedangkan kenakalan adalah perbuatan nakal, perbuatan tidak baik dan bersifat mengganggu ketenangan orang lain atau tingkah laku yang melanggar norma kehidupan masyarakat.[21] Kenakalanremaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. kenakalan remaja juga merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.[22]
Fatimah dalam bukunya Psikologi Perkembangan mengutip pernyataan Baer & Corado yang menjelaskan bahwa :
Penyebab remaja menjadi perokok diantaranya adalah pengaruh orangtua, biasanya remaja perokok berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, yang orang tuanya tidak memperhatikan mereka. biasanya orang tua sering memberi hukuman fisik kepada anak remajanya. Remaja yang berasal dari keluarga konservatif yang menekankan nilai-nilai sosial dan dan agama dengan baik dengan tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan rokok, tembakau dan obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif. Pengaruh yang paling kuat adalah bila orangtua sendiri menjadi figur contoh, yaitu sebagai perokok berat, maka anak-anaknya kemungkinan besar akan mencontohnya.[23]

Banyak remaja yang merokok karena pengaruh temannya yang juga perokok. Ada dua kemungkinan yang penyebab remaja menjadi seorang rokok, yaitu seorang remaja yang terpengaruh oleh teman-temannya atau teman-temannya terpengaruh oleh remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Faktor kepribadian dari diri si remaja juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan remaja menjadi seorang perokok. Banyak remaja mencoba merokok karena rasa ingin tahu dan ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, ingin membebaskan diri dari kebosanan. Dan iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambing kegagahan dan kemewahan membuat remaja sering terpicu untuk mengikuti perilaku yang ada dalam iklan tersebut.
Contoh lain dari kenakalan remaja adalah perkelahian atau kekerasan pada remaja. Perkelahian atau yang disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Ada dampak negatif dari perkelahian pelajar yaitu pertama, pelajar yang terlibat perkelahian bisa mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan rusaknya fasilitas pribadi kaca toko dan kendaraan pribadi. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir  berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.
Faktor yang mempengaruhi perkelahian atau kekerasan pada remaja diantaranya faktor internal seperti tidak mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi dan semua rangsangan lingkungan yang makin lama makin beragam. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap remaja. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang lain pada setiap masalahnya dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Remaja yang sering berkelahi sering mengalami konflik batin, mudah frustasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, rendah diri.[24]
Faktor keluarga yang dipenuhi dengan kekerasan juga berdampak pada anak. Ketika seorang anak bertumbuh menjadi remaja, ia belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari keluarga dan dirinya, sehingga ia menganggap wajar jika melakukan kekerasan pula. Sebaliknya orang tua yang tidak memandirikan anaknya, menyebabkan si anak ketika remaja tidak berani mengembangkan identitas yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total kepada kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
Sekolah merupakan lembaga yang turut bertanggung jawab atas kekerasan dan perkelahian remaja. Lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, kurangnya fasilitas sekolah dan kadang menggunakan kekerasan dalam memberi hukuman akan menyebabkan siswanya lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama-teman-temannya. Guru juga kadang lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan daripada pengajar dan tokoh yang menjadi teladan bagi siswanya.
Lingkungan di mana remaja tersebut tinggal juga membawa dampak terhadap munculnya kekerasan remaja. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk, juga lingkungan kota yang penuh dengan kekerasan. Semua itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku kekerasan.[25]
Contoh terakhir dari kenakalan remaja ialah seks bebas di kalangan remaja. Tindakan seks bebas atau percabulan, diterjemahkan dari bahasa Yunani porneia, atau dalam bahasa Indonesia disebut pornografi. Biasanya diterjemahkan sebagai fornication yaitu hubungan seks sukarela antara dua orang lain jenis yang masing-masing belum menikah. Definisi ini juga berkaitan dengan aktifitas yang mengandung rangsangan yang menyebabkan terjadinya suatu hubungan seks.[26]
Herbert Miles dalam bukunya Sebelum Menikah Pahamilah Dulu Seks menjelaskan secara fisik dan kejiwaan mengapa ia menolak hubungan seks sebelum menikah.
Yang pertama, adanya bahaya kehamilan di luar pernikahan. Kedua, adanya kemungkinan ditulari penyakit kelamin. Ketiga, hubungan seks sebelum menikah mempunyai pengaruh yang merusak terhadap sikap-sikap dan konsep pemuda tentang seks. Keempat, gangguan kata hati nurani dan rasa bersalah yang diakibatkan oleh percobaan hubungan seks sebelum menikah cenderung merusak minat satu dengan yang lain dalam berpacaran. Kelima, hubungan seks sebelum menikah akan meningkatkan ketidakpercayaan, ketakutan dan kecurigaan. Keenam, hubungan seks sebelum menikah didorong oleh sifat-sifat yang tidak stabil, kurang luwes dan seringkali oleh gangguan urat syaraf. Ketujuh, hubungan seks sebelum menikah merusak arti pentingnya bulan madu dan menjadikannya tidak berarti dan kosong.[27]



[1] Stanley Heath, Psikologi Yang Sebenarnya, (Yoyakarta : Andi, 1994), 120.
[2] Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta : Erlangga, 1997), 77.
[3] Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, (Jakarta : Rajawali Press, 1989), 8.
[4] Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Bandung : Pustaka Setia, 2010), 166.
[5] Ibid, 168.
[6] Fatimah, Psikologi Perkembangan, 47.
[7] Monks, F. J. Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya ( Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1984), 288.
[8] Singgih Gunarsa, Psikologi Remaja (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1986),44.
[9] Ibid50.
[10] Andi Mampiere, Psikologi remaja (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), 33.
[11] Ibid, 80.
[12] Musa, Kesehatan Mental (Bandung : BP FKIP-IKIP Bandung, 1977), 45.
[13] Hurlock, Psikologi Perkembangan suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, 207.
[14] Fatimah, Psikologi Perkembangan,105.
[15] Ibid, 106.
[16] Ibid, 105.
[17] Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004), 35.
[18] Daniel Nuhamara, PAK Remaja, (Bandung : Jurnal Info Media, 2008), 46.
[19] Paulus Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama Kristen(Yogyakarta: Andi, 2008), 98.
[20] Herbert Miles, Sebelum Menikah Pahamilah Dulu Seks, Pent. Suciati, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1991), 1.
[21] Desy Anwar, “nakal” dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya : Amelia, 2003), 287.
[22] Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, (Yogjakarta : Andi, 2006), 21.
[23] Fatimah, Psikologi Perkembangan, 246.
[24] Ibid,  253.
[25] Ibid, 254.
[26] Fred Hartley, Pacaran Dengan Cara Yang Berbeda, Pent. Dabara, (Solo : Danara Bengawan, 1995), 54.
[27] Miles, Sebelum Menikah Pahamilah Dulu Seks, 35.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar